Jumat, 12 Desember 2008

bisa fiksi, imajinasi ato realiti--part one (JOURNEY TO THE JAIL)

Semua berawal ketika aku membaca, bahwa SMA SANTA URSULA BSD membutuhkan guru Bahasa Indonesia. Tanpa tahu tentangnya, aku memberanikan diri untuk mengirim CV. Iseng. Beneran iseng. Taklama, Ibu Paula meneleponku, beliau mengatakan bahwa aku harus menjalani psikotest dan wawancara. Padahal saat itu aku sudah bekerja di LSM pendidikan yang sangat menyenangkan. Kerja jam sembilan, pulang jam empat. Kerjaannya diskusi dan survey lapangan. Buat proposal. Menangin tender. Sangat menantang. GW BANGET. Dan yang jelas pekerjaan itu di JOGJA. Dekat dengan cinta. Yang setia anter jemput gw. Pulang. Ciuman. Pelukan. Hemh, hidup yang menyenangkan. Tapi tak tahu, apa yang membuatku memberanikan diri untuk keluar. Dan menerima serangkaian psikotest—menerima wawancara dengan beliau, yang kini aku panggil YMK.
Gw berangkat dari JOGJA naik kereta api bisnis –SENJA UTAMA—gw berlinang air mata saat mesin kereta api menderu, gw liat sahabat gw, kakak gw, makin lama makin mengecil, dan hilang. Lepas dari pandangan mataku. Aku masih ingat. Aku duduk dengan cowok dari Cirebon. Dia membaca buku. Dan aku juga. Aku membaca stephen covey, dia—tak tahulah. Aku sempat berbicara, meski tak banyak. Dia (yang aku lupa siapa namanya), membantuku meletakkan tas diatas kursi. Kereta melaju dengan cepat. Aku tertidur dengan pulas. Sampai aku tak sadar, kalau pria disebelahku sudah tak ada. Ternyata aku sudah masuk ke daerah cirebon—hampir Jawa Barat. Aku mengamati satu persatu orang-orang yang ada disekitarku. Aku melihat, ada satu pria, yang sedari awal berangkat tak duduk sama sekali. Dia memakai kaos berwarna terang. Matanya sipit. Kulitnya putih. CINA. Dia sama sepertiku (bukan kulitnya, tentunya). Menerawang seisi kereta. Mata kami beradu pandang. Dia tersenyum. Aku tersenyum. Aku memberanikan diri untuk berpindah kursi. Malas duduk sendiri, Kami berkenalan (aku kembali lupa nama). Ternyata kita satu almamater. Dia anak sastra inggris. Aku sastra Indonesia. Dia melihat buku yang aku bawa. Stephen Covey. Dia tertarik. Ternyata dia juga pembaca stephen covey. Baiklah. Dia turun di Jatinegara. Sayang bukan di Pasar Senen. Dia katakanan, Pasar Senen setelah Gambir. Baiklah. Sebenarnya aku agak takut pergi ke ibukota sendiri. Aku ke Jakarta sewaktu SD arau bahkan TK, setelah itu aku tak pernah lagi menginjakkan kaki disini. Finally, aku sampai SENEN. Aku kabari Camel. Oh Tuhan, HP ditanganku lowbath. Aku benar2berharap tak ada sesuatu yang buruk menimpaku. Aku sampai di Senen jam empat pagi. Aku duduk menunggu. Banyak preman yang dating menghampiriku saat itu. Mungkin aura Jogjaku masih melekar erat, memeluk diriku. Aku pasang tampang sok galak, biar aman. Camel cepatlah datang. Akhirnya, Camel datang. Dia datang jam tujuh pagi. Kesal. Cemas. Tapi itu semua hilang ketika aku melihatnya. Camel berubah. Rambutnya panjang. Lurus—di smoothing--. Dessy, kamu ga berubah ya.
Kata-kata awal yang pertama meluncur dari mulut kecilnya. Aku masih terpesona melihat parasnya.
”Des, naik busway yuuk. Lo belum pernah kan?”
Camel menyambar tanganku, dan mengajakku masuk ke angkot, serambi berteriak,
”gag lama kan bang ni angkot jalan?”
”Gag neng. Bentaran juga jalan.”
”Bentaran? Kalo masih ntar2gw turun nih. ”
”Iya-iya, ni juga baru jalan.”
”Caamel, yang sabar dong...”
”Duh des, kalau disini sabar, bisa mati di jalan lu.”
Hemh, Jakarta-Jakarta...belum-belum aku sudah tak kerasan dibuatnya.
Di dalam angkot, kita kembali mengenang masa-masa gila kita di SMA dulu. Dia juga terkejut setengah mati, karena takdir menjadikan aku sebagai seorang guru. Akhirnya, angkot mengantarkan kami sampai di pintu halte busway. Camel kembali menunjukkan kelelakiannya dengan menggebrak pintu angkot, karena si supir tidak memberikan uang kembalian pada Camel. Yang hanya sebesar limaratus rupiah. Oh Camel, apakah Jakarta juga telah membuatmu segarang ini.
Akhirnya aku merasakan alat transportasi kebanggan Jakarta. BUSWAY. Yah, memang nyaman. Aku melihat monas. HI. Melihat keangkuhan gedung-gedung kota Jakarta. Angkuh. Namun aku tetap saja terkagum dibuatnya. Aku lewat mampang. Aku ingat TRANS TV. Aku lewat rumah sakit gatotsubroto, aku teringat Soeharto. Aku lewat depan Atmajaya. Aku teringat kerusuhan Mei 1998. Aku lewat Daan Mogot, aku teringat Indosiar. Akhirnya, aku sampai di Tangerang. Sampai di Perum, daerah Cimone. Ketemu mamanya Camel, istirahat sebentar. Malamnya, aku diajak ke Karawaci. Ke Siloam Hospital. Ada dua temanku yang bekerja di sana. Gilak. Ini rumah sakit ato mall. Di Jogjakarta, rumah sakit paling kesohor adalah Panti Rapih, itupun sumpah, rumahsakitnya empekepekan banget. Kadang, kalau kekurangan kamarm si sakit bisa digeletakkan begitu saja di ruang transit. Ini, ya olloh, besar banget. Bersih, rapi, ada cafe nya. Hemh, naluri kampungku keluar. Irma datang menghampiriku. Dia perawat di ruang VIP, tapi dia tidak seperti Camel. Dia masih Irma yang dulu. Putih. Damai. Bersahaja. Ochapun demikian. Dia masih kekar. Sisasisa gadis paskibrakanya masih kentara. Dia masih ramah. Meskipun aura galakknya masih menyembul kuat dari sikapnya. Empat anak Stella Duce Trenggono telah berkumpul. Senangnya, mengenang masamasa SMA yang indah itu. Ocha adalah ketua kelasku kala aku kelas sebelas. Camel adalah anakbuahku ketika ia duduk di kelas sepuluh. Sedangkan Irma adalah teman kaderisasi dan majalah sekolah. Ia adalah karib dalam hal itu, tapi lawan untuk mendapatkan cinta guru bahasa indonesiaku. Malam dan hujan menemani perjalananku kembali ke Cimone. Esoknya, aku harus menjalani psikotest—dan juga wawancara di SMA Santa Ursula BSD—my next job.
Pagipagi buta, aku sudah mandi. Pakai stocking item, highheel, rok pendek, hem kaos warna merah marun. Rambut dicepol, bak pramugari. Poni rata diatas alis mata. Okei, aku siap menaklukkan URSULA. Aku ditemani Camel sampai modernland, depan PIZZAHUT, dia sudah memberitahuku, angkot jenis apasaja yang harus aku naiki. Aku berangkat seorang diri.
Neng, turun sini aja ya, terus nyambung angkot yang strip merah.
Aku mengiyakan saja. Meski dalam hati cemas juga. Bumi Serpong Damai, Jalan Letjen SUTOPO, Sektor 1.2. Hanya itu yang terekam dalam otakku. Sambil siap-siap menelepon Ibu Paula, kalau-kalau aku kesasar. Puji Tuhan, aku bertemu dengan salah satu anak URSULA, yang akhirnya sekarang menjadi muridku di XI IPS 2, JANICE my Angel. Dia memberitahuku, kalau diajuga anak URSULA, aku lega. Saat itu, dia memanggilku KAKAK. Tanpa tahu kalau aku adalah calon gurunya. Sesampainya di POS Satpam, aku meminta untuk dipertemukan dengan Ibu Paula. Aku akhirnya menjalani psikotest di ruang BP, bersama Ibu Diana. Psikotest sialan. Soalnya banyak. Itungitungan. Dan aku merasa tak mungkin lolos. Setelah psikotest, aku dibawa masuk ke ruang makan guru. Disana aku diperkenalkan dengan beberapa orang. Semuanya aku lupakan. Yang aku ingat hanyalaha Ibu Marcel. Dengan gaya kocaknya. Toa-nya. Dan SUPER ramahnya. Aku hanya sempat berpikir dalam hati, kenapa orangorang disini melihatku, seolah ada sesuatu yang CACAT dari penampilanku. Setelah makan, aku dipertemukan dengan suster. Aku masih ingat deil. Dia mengatakan bahwa kemampuanku dibidang teater akan digunakan di URSULA. Aku tambah semangat. Wawancara tak berlangsung lama. Dia hanya menanyakan, kenapa aku pakai stocking? Apakah karena kedinginan? OMG. It’s fashion. Akhirnya, aku bisa sedikit menyimpulkan, kalau mau diterima disini, jauhi highheel, stocking, etcetc... Kemudian, aku diantarkan Ibu Paula ke asramaku, disana kami ditemui oleh Sr. Jeane. Suster yang ramah, yang kemudian menunjukkan letak kamarku. Di dekat kamar mandi, didepan taman. Hem. Cukup menyenangkan. Lalu, aku diantarkan ke halte Trans BSD. Sialnya, mobil Ibu Paula diserempet motor. Ibu Paula berteriak TUHAN YESUS. Dan aku juga spontan berteriak Astagfirrulah. HAHAHAHAHaa... Entahlah, saat itu beliau mendengar atau tidak. Akhirnya, aku berpindah mobil, maksudku, aku kembali naik angkot. Sampailah aku di CIMONE. Tidur, dan travel kembali mengantarkanku ke JOGJA.
2 days later
Aku ditelepon suster fransesco, aku diterima. Aku diminta datang. Dan langsung bekerja pada tanggal 1 Maret 2008, aku resign dar LSM-ku yang nyaman luar biasa. Mereka mengadakan pesta perpisahan denganku, di redbean, ambarukmo plaza. Aku sedih. Benar-benar sedih. Apalagi saat aku menulis cerita ini. Sebelum berangkat ke BSD, aku menghabiskan malam terakhirku dengan berjalanjalan mengelilingi kota jogjakarta. Aku menangis. Aku pasti akan sangat merindukan romantisme kota ini. Aku lewat jalan kaliurang, boulevard UGM, jalan gejayan—kampusku, malioboro, jalan parangtritis. Oh Tuhan, paring kiyat.
Aku kembali ke BSD pada akhir februari. Sampai di URSULA, masih bau travel, siangsiang, aku langsung dimasukkan ke ruang guru. Sumpah, ngantuk abis. Mana ada doa rosario bersama di aula. Tambah ngantuklah aku. Bel pulang berbunyi, ada satu guru manis, berambutpanjang ikal menemuiku. Dia mengenalkan dirinya bernama YOHANA. Dia membantuku mengangkat barang-barang ke asrama. Ternyata dialah teman satu asramaku. Sesampainya di asrama, aku langsung memasang sprei. TIDUR dengan sangat pulas. Sorenya, Yohana memberikan aku nasi putih, hemh, untung ada abon—kering kentang—kering tempe, makanlah aku dengan lahap. Setelah mandi sore, aku kembali ke kamar. Sunyi. Hening. Aku jadi kangen angkringan—tugu—malioboro—temanteman—CINTA—jalanan JOGJA. Aku menangis, sampai bantal di kasurku benarbenar basah. Sorenya, ada nomer XL jakartaa meneleponku. Dia adalah Mbak Marcel, wanita yang sangat attractive, yang paling aku kenal. Untung aku mengenal dia, paling tidak sesama guru bahasa indonesia. Dia mengajak aku ke angkringan. Oh Tuhan, aku senang sekali. Paling tidak, ada sudut kota ini yang bisa mengobati kerinduanku pada JOGJA. Aku ke angkringan sampai jam satu malam. Dia memberikan banyak informasi tentang URSULA padaku. Tentang Bu RINI, tentang Guruguru yang lain, banyak sekali wejangannya. Dan yang terakhir, dia mengatakan, bahwa ini adalah pertemuan rahasia. Tidak perlu diketahui banyak orang. Aku hanya mengernyitkan dahi. Paginya—dan hari-hari selanjutnya berlangsung dengan biasa saja. Ada juga beberapa guru jutek, aneh, yang memandangku seolah aku ini najis. Atau apalah itu. Aku masuk di kelas XA dan XB, XI IPA 1 dan XI IPS 1. Kelas-kelas yang menyenangkan. Tak tahu kenapa, setiap aku masuk di kelas IPS 1, nama Timur selalu saja disandingkan dengan namaku. Sial. Tu anak kan yang pernah ’ngerjain’ aku bersama dengan beberapa temannya, saat Bu Rini meminta kelas IPS 1 membuat cerpen. Belum lagi Nicky dan Cincai, yang selalu meyindir eye liner ku. DAMN. Di IPA 1, aku cukup berbahagia, karena aku bisa menumpahkan semua yang aku rasakan lewat berbalas puisi dengan Vimala – Sapi. Hemh, cukup menyenangkan, aku tetap bisa bersastra disini. Singkat kata singkat cerita, asrama mulai rame. Anak-anak datang. Ada Elin, Carol, Tepi, Imma-- Aku juga mulai punya teman dekat, MAM Yusi. Dia baik. Sering mengajakku jalan keluar. Jogging ke Taman Kota. Hemh, menyenangkan. Tapi tetap saja kenanganku bersama dengan teman-teman dan jogja, dengan suasana jogja tetap kental. Tak lekang. Kadang aku menangis sendiri, kadang aku tersenyum sendiri, membayangkan masamasa lucu bersama mereka, bersama dia. The smell of your skin lingers on me now...big girls dont cry...fergie menghiburku dari dalam --NEXT

7 komentar:

Anonim mengatakan...

sama,bu..

Anonim mengatakan...

@ nda
maksudnya 'sama,bu' apa y?
hoho..

Anonim mengatakan...

duh,bu,maap ya menuh2in kotak komen..hahaha..*nti omelin monic aja,bu*

mskdny sama,
perasaan 'terasing' nya Ibu dr Jogja ke tangerang,ma aku dr tangerang ke sini,,itu tuh sama..ya bantal basah2nya,,ya gedung2 angkuhnya,,
^^

sastramahadaya mengatakan...

ahahaha,
sudalaa..
thx ya komennya,
fernindaaaa semangat di negeri orang ya,
gbu gbu

Anonim mengatakan...

ga mungkin lah dimarahin
bu des kan baik
hahaha...sok kenal bgt dah..
salam kenal dulu d ,bu des ^^

N mengatakan...

kisahmu menyentuh..
hickz *jadi nangis* TT
-nia 9F-
xD

Atalya Ticoalu mengatakan...

bu desiiiiiii. terharu terharu terharuuu. sblomnya saya gak pernah tauu crita di balik kehidupan guru2 sanur.. ternyata ooh ternyata. hihi jalanin ajah bu. you still have us kok :D hihi CHEER UP!!

|| atalya