Kamis, 29 Januari 2009

damn world

brengsek dengan semuanya ini

Selasa, 20 Januari 2009

SEDIH BANGEEETTTTTTT

ya TUHAN
terimakasih untuk ujian ini,
doakan aku kuat.

secercah cahaya itu,
tiba-tiba menjadi GULITA,

aku benar-benar menginginkan hari ini diloncati dengan segera...

Ibu, nyuwun pangapunten,
Bapak, paring kiyat...


Disaat mereka menceritakan mengenai mimpinya yang diraih dengan cumacuma,
aku hanya bisa tertegun meratapi nasib,
atas mimpi yang nyungsep entah kemana.

SEMANGAAAAAAAAAAAAAATTTTTTTTTT


Mimpi, kenapa engkau terus berlari,
tapi tak apa,
aku akan terus mengejarku..

OHIYA, kenapa dahi gw merah,
karena gw pusing tingkat tinggi,
jadi tu jidat gw pijit2sendiri mpe merah..
jangan tanya lagi kenapa ya,
cape gw jawabnya,
hahaha....

Sabtu, 17 Januari 2009

baru kali ini gw benci ujan

duh,
flu akut niy,
benernya gejala dah keliatan dari hari senin,
dimana gw berangkat keujanan,
ppulang juga keujanan,
terus selasanya, kerumah bunana, nengokin pengantin baru, didaerah pagedangan nun jau disana,
naik motor,
pulang jam setenga tujuh malam,
angin malam plus basah ujan,
hari rabunya (yang paling paraaaahhh),
nemenin bertha ke sms, buat nyari kado.
dari bsd (sanur), pulang ke gading (makan n ganti), terus ke bsd lagi (jemput bertha), naaahhh pas jalan lagi ke sms, ujan turun tak terkira, ga ada tempet buat neduh, dan parahnya gw lupa bawa mantol dan ga pake jaket,
jadilah kaos tipis gw basaaahhh bangeet.
padahal sms dah keliatan,
akhirnya gw neduh di shutlle, sambil mepet2ketembok,
teruuus, foto2korean look.
yasudla, akhirnya, kita tetep capcuzh ke sms, mpe disana, kita bak J-Lo, ngeringin rambut pake pengering tangan, sumpa kocakkkk abis.
dan apa yang kita lakukan, diikuti oleh beberapa orang.
ahahaha, bertha jau lebi nampol lagi, dia juga ngeringin payung n sandalnya, parah sumpah...
setela keluar dari wc, kita ke 61, buat cari kaos yang murahhh, gw langsung ambil kaos, masuk kamar ganti dan langsung gw pake tu kaos.
tak lama, kita ngubekubek sms buat cari kado, akhirnya ketemu juga.
nah sekaraang giliran gw nyari kado buat angky,
dengan saran dan usul dari si busuk cicak,
gw membeli KONDOM untuk WANITA (jujur, gw baru tau, ada barang ginian)
karena satu pack ada dua,
gw dah pesen angky,
BUAT GW SATU YAAA...
nah, setela semua misi selesai,
gw ke BSD (lagi..)
sialnya, pulangnya gw keujanan lagi.
KOMPLIT sudah sakit gw..
dan kejadian keujanan itu berulangulang lagii..

Kamis, 15 Januari 2009

sekelompok ama yoshitooo

kyaa, materi eksposisi proses,
berhubung yoshito didera sakit yang agak gag eliit,
jadilah aku memberikan diriku untuk sekelompok dengannya...
kita akan membuat tugas ini dengan tema
bagaimana membuat dan mengundan jaelangkung...

tara tara


Adanya istilah bahwa jaelangkung bisa dipanggil atau tidak belum bisa dikaji apakah itu benar atau tidak adanya. Konon itu hanya mitos yang hanya dianggap suatu permainan. Tapi bagi sebagian orang hal itu benar adanya, karena didukung dengan beberapa peralatan, jaelangkung itu bisa dipanggil.

Jaelangkung disini konon adalah mahluk gaib yang bisa menjawab pertanyaan si pemain. Tidak bisa dipastikan bagaimana penggambaran dari jaelangkung tersebut, dia bagaimana dan seperti apa, karena “ucapan atau mantra” pemanggil jaelangkung ,memberi isyarat bahwa siapa pun “setan atau hantu” yang saat itu “lewat” diajak untuk ikut dalam permainan jaelangkung dan diharapkan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para pemain yang memainkan permainan jaelangkung tersebut.

Beberapa diantara kita pernah memainkannya pada waktu kita dibangku sekolah dengan menggunakan peralatan tulis (jangka) untuk bertanya atau meramal sesuatu. Jelangkung ini adalah suatu permainan yang berkembang di daerah-daerah khususnya di pulau jawa, yang pada umumnya dahulu dimainkan di desa-desa dengan menggunakan orang-orangan sawah untuk memanggil arwah, sehingga arwah tersebut “masuk” kedalamnya.

Permainan ini biasanya dimainkan secara beramai-ramai pada saat terang bulan, dan bila arwah tersebut datang dia akan memperkenalkan dirinya dan bercerita dengan menggunakan bantuan alat tulis.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah beraneka ragam yang dilontarkan tersebut antara lain nama arwah tersebut, tahun berapa dia meninggal dan penyebab dia meninggal . Bahkan seing juga dimanfaatkan untuk mengetahui peruntungan masa yang akan datang (walaupun tidak dapat dipastikan kebenarannya).


Permainan ini cukup sederhana dimana hanya dengan menggunakan Jangka dengan gambar lingkaran lengkap dengan huruf abjad yang tergambar dalam kertas, dan dengan diiringi suatu lirik lagu sederhana (mungkin ini adalah mantra pemanggilnya), dapat memungkinkan terjadinya jaelangkung.

Setelah Jalangkung itu datang, maka kita dapat bertanya apapun yang kita mau dan dia akan menjawab dengan menggunakan alat bantu yang kita sediakan.

Namun perlu diketahui bahwa bukan berarti ini adalah permainan yang TIDAK berbahaya, dimana permainan ini sebaiknya tidak dilakukan dengan sembarang, karena kitapun terkadang harus memenuhi permintaan Jalangkung seperti mengantarkannya pulang kembali ke suatu tempat atau yang lainnyayang dia kehendaki dan bila kita tidak memenuhinya, maka biasanya Jaelangkung akan marah dan dapat membuat masalah untuk para pemanggilnya.

Selasa, 13 Januari 2009

orang desa aja pemikirannya majuu bangeet

TRILOGI MEDIA BERBASIS KOMUNITAS DI DESA PENDOWOHARJO


Berawal dari sebuah kegelisahan akan kondisi bangsa yang carut-marut, belasan orang muda di desa Timbulharjo-Bantul, berpikir untuk dapat memerangi keboborokan birokrasi dan berkeinginan untuk dapat membelalakkan mata masyarakat sekitarnya. Berjuang dengan segala keterbatasan yang ada, justru memunculkan semangat dan kreatifitas tersendiri bagi Laskar Timbulharjo. Seusai sholat tarawih, mereka sepakat untuk menciptakan sebuah media sederhana, yang mampu mempresentasikan keadaan Desa Timbulharjo. Ternyata obrolan tersebut menjadi embrio bagi kelahiran buletin angkringan, pada tanggal 4 Januari 2000.
Mengapa dinamakan angkringan? Angkringan adalah salah satu tempat sakral di Yogyakarta Di tempat itu, kawula alit yang bertandang tidak hanya mengisi perutnya dengan bungkusan nasi kucing saja. Tapi juga mengisi wawasannya dengan ide dan gagasan yang tercetus di sela-sela obrolan mereka yang akrab dan hangat. Angkringan bagi masyarakat Jogja adalah media untuk berkomunikasi, berdiskusi, bahkan mngkin berdebat. Bisa jadi, sekedar persoalan remeh temeh. Namun, obrolan juga mengenai dunia politik, yang saat ini sedang menjadi topik populer di Indonesia, mungkin saja terjadi. Di Angkringan, kawula alit dapat memberikan penilaian dan gagasan atas hal-hal yang terjadi di sekitarnya.
Filosofi ngobrol ngalor-ngidul di angkringan itulah yang melatarbelakangi nama media yang mereka ciptakan. Dengan modal penggalangan dana dari segenap warga yang peduli akan media, pemuda desa Timbulharjo membidani sebuah buletin mingguan. Buletin Angkringan bak kacang goreng yang dimakan dengan lahap oleh masyarakat Timbulharjo. Buletin ini didistribusikan pada warga masjid seusai sholat Jum’at usai. Awalnya hanya beredar di Dusun Dadapan, namun akhirnya buletin ini menyentuh dusun-dusun se-Desa Timbulharjo.
Sayangnya, buletin ini kurang berpihak pada warga yang masih buta aksara. Banyak informasi yang tidak dapat disampaikan dengan baik, karena masalah waktu (deadline cetak) dan ruang (lay-out buletin). Warga yang haus akan informasi, membuat pemuda desa tak lekas berpuas diri. Mereka mulai memikirkan solusi untuk membuka cakrawala masyarakat Desa Timbulharjo dengan cakupan yang lebih luas lagi. Pemikiran itu berbuah pada mengudaranya Radio Komunitas Angkringan di Desa Timbulharjo, pada bulan Agustus, 2000. Dengan modal sebesar Rp. 300.000,00 mereka membidani kelahiran Radio Komunitas Angkringan. Antena tiang bambu, pemancar radio bekas, dan peralatan siaran hasil pinjaman wargapun menjadi jantung, bagi detak kehidupan Radio Komunitas Angkringan. Dengan peralatan yang sederhana, radio ini dapat didengar oleh sepertiga luas wilayah Desa Timbulharjo. Sama halnya dengan Buletin Angkringan, radio ini juga menyerap sumber daya manusia lokal, dari sekitaran Desa Timbulharjo.
Keberuntungan berpihak pada media komunitas Desa Timbulharjo. Pada bulan Juli di tahun 2000, Buletin Angkringan mengikuti lomba Pers Alternatif. Oleh Institut Studi Arus Informasi, Buletin Angkringan dianugerahi penghargaan khusus dengan kategori ”Pers Desa” serta mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp. 2.500.000. Dana itu digunakannya untuk membeli peralatan radio, hingga akhirnya, seluruh kawasan Desa Timbulharjo mampu menangkap siaran yang dipancarkan oleh Radio Komunitas Angkringan. Radio menjadi media yang kritis namun menghibur. Bahkan, kegiatan di seputaran kelurahan tak luput dari incaran pers lokal Timbulharjo. Tata cara mengurus surat-surat di kelurahan disosialisasikan di radio itu, sehingga korupsi pada jajaran birokrasi kelurahan dapat dihentikan. Dengan adanya radio komunitas, pemantauan dan transparansi pemerintahan Desa Timbulharjo dapat terwujud.
Namun, dwilogi media komunitas Desa Pendowoharjo (Buletin dan Radio), memiliki masalah urgensial yang belum teratasi dengan baik. Masalah keuangan adalah masalah klasik bagi media nirlaba berbasis komunitas. Biasanya Mas Gopek (salah satu pelopor lahirnya media komunitas Desa Timbulharjo) menulis proposal, untuk diserahkan kepada PEMKAB Bantul. Sayangnya, pemerintah tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Alhasil, patungan dan nombok adalah dua kegiatan yang acapkali mereka lakukan, kalau dapur media mereka tak lagi mengepul.
Gempa yang menghentak Jogjakarta, berimbas juga pada Radio Komunitas Angkringan. Studio rusak parah. Peralatan siaran porak poranda. Bahkan antena nyaris roboh. Keadaan Bantul lumpuh total. Masyarakat mulai apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu wajar, karena bencana telah membuat sebagian besar warga frustasi. Kecenderungan untuk memikirkan dirinya sendiri sangatlah besar. Meskipun demikian, radio ini justru menjadi barak pengungsian yang dihuni 200 warga. Mas Gopek tak tinggal diam. Dia bersedia mengesampingkan kepentingan pribadinya untuk tetap menyiarkan informasi seputar keamanan dan jadwal jaga malam, distribusi bantuan dan hiburan. Empat belas bulan lamanya, dia menggawangi kegiatan radio pasca gempa, seorang diri.
Saat ini, Radio Komunitas Angkringan kembali bergiat. Mocopat dan Sholawat Nabi, menjadi live program yang paling diminati oleh warga Pendowoharjo. Desa ini memiliki karakteristik yang unik. Tak hanya mengandalkan unsur pertanian sebagai penyokong perekonomian, namun juga kerajinan dan kesenian. Masyarakat desa membutuhkan informasi yang lebih luas, untuk memajukan usaha dan kerja mereka. Bahkan, pelajar di Pendowoharjo, juga mulai menginginkan adanya akses untuk memperoleh tambahan ilmu pengetahuan dan informasi beasiswa.
Sama halnya dengan tuntutan perkembangan media diawal, dari buletin berkembang pada radio, jaman kembali menuntut adanya pemekaran media. Dwilogi media komunitas Desa Timbulharjo harus diperbaharui lagi. Karena membludaknya keinginan warga akan informasi, pada tahun 2005 Radio Komunitas Angkringan bergabung dengan Saluran Informasi Akar Rumput (SIAR). Hal itu menjadikan Radio Komunitas Angkringan, dapat membuka jaringan dengan radio komunitas yang lainnya. Tentunya, jaringan kerjasama tersebut dijembatani dengan media internet. Dari sinilah, trilogi media komunitas Desa Timbulharjo muncul. Media internet ternyata mampu menjawab kebutuhan warga akan informasi-informasi yang lebih luas. Bahkan, tak hanya bersifat informatif tapi juga komunikatif. Warga dapat secara aktif memasarkan produk kerajinan ataupun pertaniannya melalui dunia cyber. Pelajar dapat memasukkan aplikasi pendaftaran beasiswa.
KUSIR Angringan adalah nama yang disematkan pada program media komunita ketiga ini. KUSIR sendiri merupakan akronim dari Komputer Untuk Sistem Informasi. Program brilian ini dibidani oleh masyarakat Desa Timbulharjo dengan CRI (Combine Resource Institution). Uniknya, mereka menggunakan wajan, yang merupakan alat penggorengan untuk menerima dan menguatkan sinyal nirkabel yang dipancarkan Radio Angkringan. Selama ini, terdapat sebuah stereotip bagi masyarakat desa, bahwa internet adalah sebuah teknologi canggih, yang hanya dapat digunakan oleh masyarakat berpendidikan tinggi. Namun, dengan digunakannya wajan sebagai salah satu alat untuk menangkap sinyal internet, warga desa mulai mengakrabi teknologi tersebut. Saat ini, sudah ada sembilan orang pelanggan tetap dari KUSIR Angkringan. Mas Gopek berharap, KUSIR Angkringan mampu mencerdaskan masyarakat Desa Pendowoharjo dan menciptakan lapangan kerja yang baru. Harapan itu logis. Mengingat adanya badai krisis global yang menghancurkan perekonomian dunia. Terlebih, bagi Mas Gopek, yang saat ini tengah menganggur. Ataupun, bagi Mas Gopek-Mas Gopek yang lain. Dengan kekuatan informasi dan komunikasi, media komunitas mampu diharapkan dapat menjadi solusi praktis, untuk menjawab tantangan jaman bagi kawula alit. Media komunitas diharapkan mampu memberikan penyegaran masyarakat lokal, untuk terus berjuang dan menentukan nasibnya sendiri (Dessy, 12 Januari 2009)

Minggu, 11 Januari 2009

surat buat erica, si preman

ca, itu resiko untuk jadi orang yang punya prinsip dan punya dirinya sendiri. Lo idup di tempet yang memiliki pagar dan seragam. Lo idup ditempet yang hanya memiliki dua warna. kalo ga item ya abuabu. Dan lo memilih untuk punya warna merah.
kalo ada warna merah yang lain, munkin itu merah bata atau merah marun. Sedangkan lo MERAH.
Jangan kecewa dengan tanggapan lingkungan lo, karena MERAH adalah pilihan lo..

pura-pura seriusss

MEDIA KOMUNITAS YANG MEMILIKI KEARIFAN LOKAL

Saat ini, komunikasi dan informasi menjadi sebuah kebutuhan primer di kalangan masyarakat modern. Masyarakat yang haus akan informasi mulai memanfaatkan berbagai jenis media yang sudah ada. Media tersebut adalah media tradisional dan media modern. Sayangnya, informasi yang acapkali diberikan oleh media, kurang memahami adanya kode etik jurnalistik. Padahal, kode etik jurnalistik dapat menjadi pagar kokoh supaya masyarakat tidak keliru atau salah tafsir terhadap informasi yang diberikan.
Sebenarnya, masyarakat seperti apakah yang mendominasi kebutuhan akan media? Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih dominan daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi. Hal tersebut dikarenakan pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi yang tinggi memiliki banyak pilihan dan akses informasi yang terbuka, termasuk bertanya langsung pada sumber/ahli. Kalau diamati, pola pikir masyarakat dengan ekonomi rendah memiliki kecenderungan untuk langsung menyerap hal-hal yang dilihat atau didengarnya. Filter mereka terhadap informasi yang diberikan oleh media menjadi kurang. Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan seseorang mengenai sebuah keadaan yang baik ataupun buruk. Media menjadi model bagi masyarakat yang mencanduinya. Namun, apakah perilaku, sikap, tindakan, dan pikiran yang ditawarkan media sesuai dengan keadaan lingkungan atau budaya pada suatu daerah? Perilaku menggunakan busana seksi dan gaya bicara dari kawasan metropolitan tentu tidak akan diterima dengan mudah di dareah pedesaan atau pegunungan.
Media yang juga berpihak pada kearifan lokal, paling tidak memiliki fungsi budaya dalam setiap aspek penyampaiannya. Laswell mengidentifikasi fungsi media pada budaya dengan penjabaran sebagai berikut : Pertama, fungsi pengawasan (surveillance). Dalam hal ini, media dapat memberikan informasi-informasi kepada masyarakat, mengenai isu-isu yang terjadi di daerah sekitarnya. Media juga dapat membuka mata masyarakat lokal mengenai program-program dan penggunaan anggaran daerah yang digunakan oleh pemerintah. Isu global mengenai lingkungan hidup, krisis ekonomi dunia dapat diinformasikan dengan menyesuaikan karakteristik daerah sekitar. Sebagai contoh, masalah penambangan pasir di lereng merapi, dapat menjadi bahasan yang menarik bagi wilayah-wilayah seperti Sleman, Boyolali, Klaten atau Muntilan. Kedua, fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah. Media dapat menjadi salah satu sarana yang informatif dan komunikatif. Pejabat setempat dapat dijadikan narasumber yang mampu memberikan informasi mengenai banyak hal yang terkait dengan pemerintahan (PEMILU, misalnya). Media juga dapat menjadikan dirinya sarana komunikasi yang menyajikan dialog terbuka antara narasumber dan pengguna media. Proses tanya jawab, diskusi dan bahkan debat, dapat memberikan opini publik, mengenai sebuah penyikapan atas hal yang sedang diperbincangkan. Ketiga, fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan. Media yang mencerdaskan, harus mampu memberikan informasi yang berkualitas dan bernilai edukatif. Edukasi dapat dilakukan dengan penyajian program-program yang memberikan tambahan informasi bagi masyarakatnya. Pengetahuan terhadap politik, ekonomi, sosial, budaya dan hal-hal lain yang memiliki sifat penting dan baru, dapat membantu masyarakat daerah untuk mengembangkan intelektualitas pemikirannya. Keempat, fungsi hiburan (entertainment). Tentunya fungsi hiburan tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Melalui fungsi tersebut, masyarakat dapat diperkenalkan mengenai seni-seni tradisi, sehingga warisan budaya setempat tidak akan hilang, dan tetap dapat dikenang.
Apabila media dapat mempertahankan kearifan lokal dengan tetap berpijak pada fungsi-fungsi media, yang telah diulas diatas, maka masyarakat akan dapat memperoleh informasi-informasi yang ’menyehatkan’. Media nasional tentu tidak dapat sepenuhnya memberikan solusi terhadap penyampaian informasi dengan skala kedaerahan. Oleh karena itu, dibutuhkan media berbasis komunitas, yang mampu mewujudkan impian da harapan masyarakat daerah, untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan skala-nya. Namun, dibutuhkan kerjasama yang kuat dari berbagai pihak, untuk menyelenggarakan sebuah media berbasis komunitas. Kepedulian pemerintah dan penyandang dana, akan menjadi pilar yang kuat bagi terciptanya media yang ’menyehatkan’ masyarakat daerah. Tentunya hal tersebut harus didukung pada kesadaran masyarakat untuk melek media dan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menangani media berbasis komunitas yang berkualitas.
Natalia Dessy Wulaningrum
7 Januari 2009

Rabu, 07 Januari 2009

di jogja 12 jam saja

gilaaaaaaaaaakk,
pulang sekolah cabut ke jogja,
sampai jogja pagi,
sorenya balik ke bsd,
sampai bsd pagi,

Senin, 05 Januari 2009

labirin BLOG ku

bawah belum kelar nyambung atas, membingungkan, namanya juga labirit...

Pernahkah suatu ketika kau berada dalam sebuah pilihan yang menentukan hasil akhir kemenangan atau kekalahan telak dalam takdir hidupmu? Ya, sekarang aku yang mengalaminya. Aku berdiri dalam persimpangan jalan. Bukan dua simpang, bahkan tiga simpang. Tiga. Tiga simpang. Antara karir. Cinta. Dan mimpi. Karir, sumpah mati, dulu aku memang bercitacita menjadi seorang guru bahasa dan sastra Indonesia pada jenjang SMA. Serius. Aku memiliki cita-cita itu ketika aku duduk di kelas sebelas. Aku memiliki citacita itu karena aku memiliki empat orang guru bahasa dan sastra Indonesia. Ibu I**i. Bapak Yo**. Ibu Y***k dan Bapak P**h. Ibu I***i, hemh special teacher. Dia ngajarin aku bahasa Indonesia dengan spesifikasi tata bahasa-linguistik. Dari fonem-morfem-klausa-kalimat majemuk-wacana, materi bahasa Indonesia yang luar binasa dahsyatnya. Damn. Gurunya tua, udah ubanan, galak, jutek, jarang senyum, horror (tau deh, kalo di sanur mirip syapa), terus hobi banget keliling, ngeliat catetan, dan ga pernah lupa ngasih peer,hemh…owyah, dia aku rasa juga pilih kasih. RASIS. Dia cina. Terus pas pendaftaran siswa baru, ibuku berhasil menawar biaya masuk skolah dengan harga yang fantastis, murah banget, nah keknya dia juga rada dendam tuh gara2satu masalah ituu..Yang jelas, dia memberikan satu alas an yang kuat bagiku, untuk bertekat menjadi guru yang tidak seperti dia…hahaha… Nah, guru kedua adalah yang paling kuat memotivasiku. Dia adalah pak y***o, awalnya, sumpah aku sangat membencinya. Dia guru yang moody, waktu kelas sepuluh, aku jadi ketua kelas.Nah,rese-nya, dia sering nelatnelat masuk, biar dijemput. Dasaar ga tau diri. Akhirnya, tiap telat dating, aku males jemput dia. Dia juga seting nyindirnyindir aku kalo lagi ada kelas. Dari dia bilang mencintai wanita dengan rambut basah (padahal pagi itu aku keramas, terus dia juga bilang mencintai wanita yang mencatat dengan pensil (padahal siang itu aku mencatat dengan pensil) dan lain sebagainya. GILAAKKK parah… Sebenernya, aku marah marah tersanjung (halah!!), disaat semua guru hobi banget marahmarah, dia malah hobi banget ngegodain aku. Parahnya, dia malah meminta aku untuk ikut lomba nulis essay. ESSAY? Apaan tuh, tapi aku semangat banget, meski ga punya modal apa-apa. Waktu itu, yang dikirim dari sekolahku ada tiga. Kak Vinny (Ketua OSIS), Emmy (Juara UMUM) dan aku (Bukan siapasiapa). Materi lombanya adalah tentang PRT alias BABU. Aku yang tak tahu apaapa, segera mewawancarai tetanggaku yang menjadi PRT. Aku Tanya, apa sukaduka jadi PRT, setelah aku punya data, barulah aku menulis (beneran tulis tangan) Hellow, dua temanku menyerahkan naskah yang uda diketik beserta disket, sedang aku bener-bener masih tulis tangan. Akhirnya, pak guruku itu menahan aku sepulang sekolah. Aku dijebloskan ke ruang computer, dan diminta mengetik naskah yang aku tulis. Lamaa, lama banget. Selesainya, guruku itu shock bukan kepalang, karena bahkan dia masih harus mengedit tulisan yang aku ketik. Dari salah ketik, dari aku yang main enterenter, terus kalau mau titik aku spasi, dan banyak kekacauan lainnya. Dia bilang, punya kak vinny dan emmy lama editing isinya, sedangkan punya kaku lamaan edit masalah teknisnya. OMG. Aku lalu bertekat belajar ngetik cepeeett. Tara tara, aku, kak vinny dan emmy akhirnya mendapatkan undangan untuk mendapatkan pengumuman pemenang. Aku dating dengan bapakku. Singkat kata singkat cerita, tibalah pengumumannya. Juara harapannya adalah (tentu bukan aku), juara tiga, juara dua (yahh, ternyata adalah… tetap bukan aku), dan akhirnya, juara pertamanya adalah NATALIA DESSY WULANINGRUM, god, it’s me? Aku bahagia, kaget, bingung, diam. Akhirnya setelah dipersilahkan maju ke podium, aku melangkahkan kakiku dengan lemas, tak sengaja, aku menendang botol coca cola, dan menimbulkan suara yang gag nyamaan banget. Huhuhuhu…malu banget, tapi biarlah, yang penting aku sudah di depan sambil menggenggam thropy dengan hiasan naga disamping kanan-kirinya. Aku menang. Pagipagi sekali, aku dating kesekolah dengan membawa thropy, dan aku letakkan thropy itu di meja pah y***o. Seisi kantor guru terkejut. Mereka tidak memberikan selamat padaku, tapi memberikan kecurigaan. Pada aku dan dia. Banyak yang berpikir bahwa prestasi itu karena dia yang menulis untukku. Sumpah, aku kecewa. Aku marah. Dan kekecewaan itu justru menumbuhkan semangat bagiku untuk terus berprestasi. Dan hasilnya adalah PULUHAN piala aku sumbangkan untuk SMA-ku selama aku berada disana. Dari menulis essay, membaca puisi, menulis cerpen dan lomba debat. Aku menampar guruguruku dengan pialapiala itu. Aku jadi anak yang sombong. Sumpah, sombong itu ternyata menyenangkan. Sepertinya, seisi sekolah benerbener udah aku taklukkan. Ibukku hanya menuntut aku harus pandai. Kelas sepuluh sebelah aku selalu masuk lima belas besar. Aku ikut majalah sekolah, aku jadi ketua majalah dinding, aku jadi ketua informal kader, aku anak pleton inti, aku ikut teater, aku jadi ketua kelas, aku vocal mengritisi pekerjaan osis, rebut dengan guru, selalu keluar di jam pelajaran bahasa inggris, pakai sepatu warna biru-kadang item (padahal harusnya putih polos), hemh…masamasa yang super menyenangkan. Oiya, aku juga punya pacar, kadang kalo berangkat skola aku dianterin pake motor bututnya, parahnya nganterinnya selalu telat, dan selalu dilihat oleh guru piket. Tak apalaa, aku juga uda sering telat, hamper tiap hari malah, jadi kalau dating sekolah, aku selalu ke ruang karyawan, untuk mengambil sapu atau kemucing, atau bahkan alat pel. Menyenangkan loh, mengawali pagi hari dengan membantu sesama, dan menghilangkan satu jam pelajaran di harihari sekolah. Aku jadi akrab dengan karyawan, jadi kalau razia, bias nitip barang ke mereka. Hahahaha. Kadang, kalau ada guru ga masuk, jatah makanan guru bias jatuh ke tanganku. Aku tak pernah langsung pulang seusai bel berbunyi. Selalu saja ada halhal yang harus aku kerjakan di sekolah. Entah majalah, entah mading, entah teater, rapat kader, atau sekedar ngobrol dengan dirinya. Duluu, waktu aku kelas sebelas, aku pernah berbincang dengan dirinya cukup lama, hal itu membuat kak lian, kakak kelasku marah. Dia dengan temantemannya lalu melabrakku, dan membuat file-file ku terbang tertiup angiin. Aku memungutinya satupersatu, sendirian. Pak y**o tak membantuku, dia hanya melihat pertengkaran kami, tersenyum, lalu kembali ke kantor guru. DAMN!! Sejak saat itu, kami Y*** Fans Club, membuat jatah/giliran untuk bias berbicara dengannya. Okey, sedikit norak, but that’s the fact. Hemh, lambat laun, saking banyaknya piala yang aku punya, dia sering nanya, aku mau apa. Aku selalu bilang, mau dicium bapak. Pernah, suatu ketika, dia benar-benar menanyakan apakah aku masih dia mau cium. Ya. Aku bilang ya. Aku masih mau dicium. Seketika itu juga, dia mencium pipiku, didepan temantemanku. Gila. Bahagia campur malu. Semenjak itu, mulailah aku semakin mencintai pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Karena dia dan auranya. Karena dia dan cara mengajarnya. Karena dia… Aku dimintanya untuk bias menjadi guru bahaha dan sastra, menjadi sepertinya. Sejak saat itu, akupun mengikuti semua langkah hidupnya. Mulai dari masuk ... next story