Sabtu, 06 September 2008

cerpen gw yang lebay bgd...giv u'r kommen yagh..

PENIPU BERNAMA SENJAKALA

Tangerang, POS KOTA - 7 Desember 2008
Seorang wanita yang tengah hamil, ditemukan tewas di aliran Sungai Cisadane. Diduga ia bunuh diri, karena tak kuat menahan beban derita hidupnya. Sebelum terjun ke sungai, beberapa saksi mata mendengar bahwa dia berteriak-teriak Namun, tak ada seorangpun yang mampu menahannya, ketika ia meloncat dari atas jembatan Sungai Cisadane. Nyawa wanita dan anak dalam kandungannya tak dapat diselamatkan, karena bebatuan besar yang ada di dasar sungai telah membuat kepala wanita tersebut terluka parah. Saat ini polisi tengah melakukan identifikasi mayat tersebut, karena tak ada selembar identitaspun yang menempel pada dirinya.(Mt/Nd)

Duh gusti, abdi dilanda asmara. Semua tampak berwarnawarni.
Kuning meloncati merah, hijau bertumpuk biru, nila dan ungu berkejar-kejaran. Asmara-asmara, semua datang menggebu, menubruk raga, meresap dalam sukma.

Andhi Mahatma, aku mencintaimu dengan segala brengsek yang kau miliki. Meskipun kau pembohong, meskipun kau perayu ulung, meskipun kau bajingan sekalipun, aku tetap mencintaimu. Aku tahu, baru saja kau bersetubuh dengan wanita itu. Wanita lain yang pasti berbeda rasa denganku, ya ya, aku tahu. Aku tahu, kau datang ke kamarku, memelukku, menciumiku, dengan aroma yang terus berlainan. Hari ini, wangi kayu, besok sudah ganti wangi bunga-bungaan. Aku tahu, aku pernah mencium bau keringatmu, tahu apa wangi parfummu, aku tahu kayu -- bunga-bungaan bukanlah aromamu. Tahu. Ya,ya. Aku tahu sekali.
Andhi Mahatma, seorang kawan membisikkan cerita tentangmu, cerita tentang hawa yang pernah kau rayu. Wanita itu bercerita, kalau dia ketakutan setengah mati, sewaktu kau berpura-pura menyatakan cinta padanya. Sebenarnya, seberapa dahsyat kau menyatakan cintamu padanya? Dia berkata, kau menyilet tanganmu, dan menuliskan namanya dengan darahmu. Kebohongan yang cukup sempurna sayang, tapi cukup berlebihan. Dia justru ketakutan. Namun tak lama, selang satu bulan, kau sudah mampu melupakannya, dan kembali menyatakan cintamu pada wanita yang lain lagi. Sial. Ternyata, banyak juga wanita yang tidak sebodoh aku, dengan menerima rayuanmu. Aku memang bodoh. Mudah sekali aku menjatuhkan diriku pada pelukanmu dan membalas lumatan ciumanmu yang mampu membuatku terbang ke langit, memetik bintang-bintang malam. Oh, betapa malangnya aku, wanita yang begitu saja menyerahkan dirinya, dengan cuma-cuma, tanpa usaha yang cukup berarti darimu.
Aku masih ingat, dibawah hamparan langit yang berwarna kuning kemerahan, dibawah pepohonan pinus, kau membelai rambutku yang sedang dimainkan angin kala itu. Senja, ingin kuteriakkan, aku mencintai dia. Lihat, mataharipun cemburu pada cinta picisan ini, dia melarikan diri. Mencari bulan yang tak pernah ditemuinya. Gelap menyempurnakan episode cintamu padaku sayang. Kau menempelkan bibirmu pada telingaku, lalu membisikkan kata sayang padaku. Aku tak berkutik, seolah terhipnotis dengan cumbu-rayumu. Gila! Berapa tahun kamu ini? Kata-kata dan perilakumu seolah menunjukkan, kalau kau sudah jauh lebih dewasa daripadaku, daripada Degga, pacarku sekalipun. Kau benar-benar membuatku merasa ada di awang-awang. Meskipun, aku sadar -- aku tahu. Ya,ya, itu hanyalah salah satu kebohongan darimu padaku. Atau pada dia. Atau pada mereka. Atau bahkan pada belasan wanita lainnya. Oh, Andhi Mahatma, kau benar-benar kejam, tapi aku suka, aku cinta. GILA. Ya,ya. Aku bahkan sadar sepenuhnya, kalau aku sudah gila logika karena cinta.
”Sayang, sudah tak apa, diangkat dulu telponnya, aku ngerti...” Aku hanya menggeleng. Aku tak ingin Degga mengganggu lembaran episodeku bersama Andhi. ”Biarkan saja sayang, tak apa, pacarku juga ngerti kok...” Yah, Deggaku selalu memberikan kepercayaannya yang utuh-penuh padaku. Tapi apa yang aku lakukan? Aku kejam padanya. Aku benar-benar berharap, dia sedang dalam dekapan wanita lain di Jogja sana, supaya aku tidak dihantui oleh rasa bersalah. Ketika mendengar suaranya, ketika membalas dan membaca pesan-pesan darinya. Maafkan aku Degga sayang, aku menggilai pria lain disini. Pria brengsek, pria pembohong, pria bajingan, yang namun, tetap saja aku cintai keberadaannya.
Shit! Siang ini, aku melihat dengan mata-kepalaku sendiri, dia memeluk wanita lain. Malamnya, tentu saja aku marah-marah. Aku kirim amarahku lewat SMS, namun dengan santai dia hanya menjawab ’It’s just a friends hug honey, my best hug is still for u n for my mom’ seketika, aku tersenyum-senyum sendiri, aku sumringah, entah menguap kemana rasa marahku padanya. Kembali aku mengatakan ’I love u honey, maaf yah, aku udah ga percaya ama kamu’ Aku terus menerus minta maaf, aku merasa takut, kalau-kalau dia marah padaku. Tapi sialnya, kembali aku melihat dia sedang menggandeng wanita lain. Lain hari lagi, aku melihat dia sedang membelai rambut wanita yang lain lagi. Entah, apakah wanita itu berbau kayu, atau bunga-bungaan. Aku takjub pada perubahan sikapku setiap harinya. Saat aku melihat kebusukannya, tentu aku marah sekali. Tapi anehnya, ketika aku mengungkapkan rasa amarahku, justru aku semakin merasa tertekan. Aku takut, dia tak lagi menjadi crayon yang mewarnai hatiku. Aku takut dia tak lagi menjadi matahari yang menghangatkan hari-hariku. Aku takut dia berpaling pada wanita lain -- I mean, benar-benar berpaling dari rutinitasnya menanyakan ’Udah maem say?’, ’Lagi ngapain say?’, ’met bobo, I love u, muach!’ Aku benar-benar mencintai gombalnya. Menikmati rayuannya, yang aku pasti tahu, itu hanyalah kebohongan belaka. Aku cukup bersyukur, karena hanya hari Minggu aku tidak bertemu dengannya, aku selalu di tempat dan jam yang sama dengannya. Namun, dia dengan seragam putih-abu-abunya dan aku dengan seragam batikku.

Gusti, mohon ampun. Abdi menghantarkan cinta kedalam neraka.
Abdi mencintai anak yang bagai dalam kandunganku.
Abdi mencintai anak kencur, anak bawang yang Kau titipkan padaku.
Untuk dirawat, untuk dijaga, bukan untuk diperkosa.

Namaku Ningrum, gadis Jawa asli Jogja yang sedari SMA bercita-cita menjadi guru. Cita-cita sederhana yang muncul lantaran melihat perjuangan bapakku yang mpot-mpotan untuk bisa nyekolahin aku. Sepertinya nasib baik untuk menggapai keinginanku itu memang berpihak padaku. Lulus SMA, kuliah di FKIP empat tahun, ngirim surat lamaran, langsung dapat kerja. Hidupku bagaikan air, yang mengalir dengan sempurna. Sampai akhirnya, aku menginjakkan kakiku disini, SMA Bakti Bangsa.
Sebagai guru baru, aku benar-benar kelabakan ngadepin murid yang aneh-aneh. Dari pertanyaannya yang aneh, sikapnya yang aneh, sampai pada tatapan mata yang aneh. Ya, aku masih ingat, bagaimana seorang Andhi Mahatma memandangku lekat. Aku benar-benar salah tingkah dibuatnya. Kuamati diriku, adakah yang salah dengan riasanku, adakah yang kurang tepat dengan bajuku, namun semakin aku salah tingkah, dia justru semakin lekat memandangku. Tak tahu dari mana, dia mendapatkan nomor ponselku, mulailah dia melancarkan SMS-SMS gombalnya, mulailah dia main ke kosku, dan memulai membuka gerbang kisah yang lainnya. Awalnya, aku benar-benar menjaga diri, tapi akhirnya aku luruh pada rayuannya. Rayuan ala anak SMA yang penuh kegombalan, lucu, menarik, tapi menggairahkanku. Awalnya, aku benar-benar merasa berdosa. Namun akhirnya, dosa itu justru menjadi semacam anugerah, bagi perjalanan beratku disini. Perbedaan dosa dengan anugerah memang bagaikan secarik kertas. Tipis. Yah, gila logika karena cinta benar-benar merasuki otak dan hatiku. Dia adalah muridku sendiri, murid yang telah meruntuhkan kode etik keguruanku. Menggagalkan profesionalitas profesiku. Persetan dengan label murid-guru. Terkadang, untuk membuatku tenang, aku bersembunyi pada barisan lirik lagu salah satu band rock gagal di Indonesia ’Guru juga manusia, punya rasa punya hati’. Di koridor sekolah, aku hanya mampu menciumnya lewat pandang mataku, aku hanya mampu memeluknya lewat hembusan angin, aku hanya mampu tersenyum ketika mata kami beradu pandang. Dia yang selalu memanggilku dengan BU dan aku memanggilnya dengan NAK. Dia yang selalu aku tegur karena kukunya yang panjang, bajunya yang keluar, rambutnya yang berantakan, namun tak pernah kutegur ketika sedang mendekapku erat, ketika sedang menciumku dengan penuh gairah.

Sengatan matahari berencana menusuknusuk ragaku siang ini.
Abdi bercengkrama dengan setan berupa ganesha. Tertawatawa, bersenggama,
berpurapura iyaiya, padahal nurani tidaktidak.
Ampun Gusti, butuh topeng supaya tahan di neraka dunia,
yang Kau ciptakan untuk mencobai kami.

”Ibu, bagaimanapun juga Kurikulum Tingkat Satuan Sekolah memberikan beban berat bagi murid. Murid terlalu banyak dituntut untuk melakukan hal-hal yang bersifat kognitif. Kalaupun penilaian afeksi juga ada dalam sistem KTSP, bagaimana cara kita menilai hal-hal yang bersikap afektif? Apakah kita, sebagai guru benar-benar sudah siap untuk menjadi model yang sempurna bagi murid?” Pertanyaanku itu ternyata tidak ditanggapi dengan baik oleh tim guru, bahkan oleh Kepala Sekolahku sekalipun. Namun, aku melihat mata Kepala Yayasan berbinar ketika aku melontarkan pertanyaanku pada Ibu Nungki. Aku melihat, ada secercah harapan bagiku, untuk memperjuangkan hak-hak yang telah terampas dari murid-muridku. Namun, beliau juga tidak memberikan komentar apapun, terhadap pertanyaanku itu. Jujur, aku benar-benar heran dengan sistem pendidikan di Indonesia. Apalagi dengan perkataan kepala sekolahku, yang seolah menghalalkan segala cara untuk menuntut guru dan murid melaksanakan sistem KTSP. Hal itu dilakukan hanya untuk mempertahankan gelar akreditasi A. Hanya itu. Konsekuensinya, guru dituntut memberikan penilaian kognitif yang berlebihan. Obral nilai supaya murid dapat naik kelas. Remediasi yang menjadi jalan keluar, telah mencaplok waktu murid untuk berpikir pada materi selanjutnya. Imbasnya, mereka harus terus-menerus belajar. Bagaimanapun waktu untuk bermain, dalam konteks menjalin pergaulan dengan teman seusianya, seharusnya menjadi kebutuhan pokok mereka. Perdebatanku dengan Kepala Sekolah saat rapat tadi, membuatku harus singgah sebentar di ruangannya yang nyaman. Aku duduk, diam, dan mulai membayangkan, hal-hal apa saja yang akan diutarakan oleh Kepala Sekolahku. ”Sebagai mahasiswa yang baru mentas dari universitas, saya tahu Ibu akan menjadi guru yang cukup idealis. Gagasan dan ide yang Ibu kemukakan tadi sangat logis, namun, yang perlu Ibu catat, saya telah menjadi Kepala Sekolah selama kurang lebih 8 tahun, saya telah mengecap asam-garam dunia pendidikan, jauh sebelum Ibu duduk di bangku kuliah. Wajar, kalau pernyataan Ibu tadi cukup emosional, ya, saya paham, usia Ibu masih 23, mungkin memang masih terkesan meluap-luap. Ibu harus tahu, bahwa apa-apa yang saya utarakan saat rapat tadi, telah saya pikirkan dengan cukup seksama. Ada baiknya, Ibu membatasi pernyataan dan pertanyaan Ibu di forum umum.” Aku hanya tersenyum, mengangguk pelan, dan menghembuskan nafasku. Kepala Sekolah kembali berbicara. ”Saya hanya mengingatkan, lebih baik, sebagai guru baru, Ibu dapat fokus pada hal-hal praktis, manajemen kelas, misalnya. Saya tidak ingin, Ibu terlalu larut pada hal-hal yang bukan menjadi urusan Ibu. Apakah Ibu paham dengan maksud saya? Jujur, saya melihat ambisi yang cukup besar dari mata Ibu. Apakah perkataan Ibu tadi hanya sekedar ingin mencari muka pada Kepala Yayasan? Sepertinya Ibu harus cukup bersabar, apabila menginginkan jabatan sebagai Kepala Sekolah.” Aku terkesiap, mendengar perkataan Kepala Sekolahku. ”Maaf, saya benar-benar tidak bermaksud demikian, saya hanya sekedar menyampaikan apa yang saya dan murid-murid rasakan, dengan kebijakan yang Ibu keluarkan. Mohon Ibu Kepala sekolah tidak salah tafsir.” Aku berkata dengan nada suara yang tetap rendah, pasrah dengan tuduhan Kepala Sekolah yang mengarah padaku. Kepala Sekolahku hanya mengangguk dan tersenyum, sembari mengatakan, bahwa dia sudah selesai. Aku keluar dengan lunglai.


Duh Gusti, kalau pendidikan hanya sebatas mempertahankan sebuah nilai diatas secarik kertas. Bagaimana dengan nilai-nilai kehidupan.
Bagaimana anak bisa mentas dari kubangan lumpur.
Bagaimana anak bisa meloncatloncat kegirangan ketika air hujan turun membasahi bumi. Ganesha, kapan kau mewujudkan dirimu?
Mencitrakan rupamu dalam wujud mahaguru.
Menerangkan mata hati manusia terkutuk, yang bersembunyi di balik koridor pendidikan?

Senja ini, dia datang ke kosku, aku sengaja tak keluar dari kamar. Aku membiarkannya masuk ke kamarku, tanpa basabasi, dia segera memelukku erat. Hemh, wangi kayu-kayuan. Siapa sebenarnya wanita dengan parfum kayu-kayuan itu. Namun, dengan kejadian tadi siang, aku sudah malas berpikir, aku sudah terlalu senang dengan kedatangannya. Dia berbisik pelan ’Aku sayang kamu’ aku mendesah pelan mendengar dia mengeluarkan kata-kata sihirnya. Oh senjakala, aku benar-benar mencintainya. Dialah warna dalam pelangiku, dialah nafas dalam hidupku. Oh senjakala, kau kirimkan dewa untuk menemaniku di neraka dunia ini. Kau membuatnya mampu menyihirku, membuat dunia berubah menjadi emas kemerah-merahan, membakarku dengan api cintanya. ’Hari ini, ga usah pakai kondom ya, are u dare, honey? Aku melarutkan diriku dalam dirinya, mengikuti semua pola permainannya. Sekali, duakali, tigakali, kami benar-benar mencanduinya. Aku mengikuti semua keinginannya yang aku suka. Suka sekali. Sampai akhirnya janin itu juga menyukai rahimku.

Oh Senjakala, mengapa kau selalu menelan matahari, mengubah langit mahawarna menjadi gelap seketika?Aku terkungkung dalam rasa, anak kencur -- anak bawang --telah menanamkan benih dalam ragaku. Sukmaku berontak. Kirim abdi ke nerakamu Gusti, kirim abdi kedalam apimu. Bakar abdi, seperti Dewi Shinta. Sucikan abdi...

”Seorang Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Hamil Diluar Nikah” “Carut-Marut Dunia Pendidikan Indonesia” ”Kisah Guru Tak Bermoral di Tangerang”. ”Itu adalah contoh headline surat kabar, apabila Ibu tidak mau bekerja sama dengan kami. Bagaimana mungkin Ibu dapat melakukan hal ini. Susah payah saya mendapatkan Akreditasi A. Namun sebagai guru baru, Ibu telah menghancurkannya hanya dalam hitungan bulan. Sebenarnya apa motivasi Ibu? Seharusnya sebagai guru, Ibu dapat mengajarkan pada murid-murid mengenai bahaya seks pranikah, bukannya justru menjadi korban dari pergaulan bebas ini. Siapa sebenarnya bapak dari anak yang Ibu kandung itu?” Aku hanya terdiam. ”Baiklah, saya tahu, itu masalah pribadi Ibu, tapi Ibu juga haru tahu, bahwa sekarang Ibu harus menandatangani surat pengunduran diri. Tidak mungkin saya membiarkan guru macam Ibu bercokol di sekolah saya. Bisa-bisa akreditasi sekolah ini turun sampai rate C. Saran saya, segeralah kawini lelaki yang sudah menghamili Ibu. Supaya aibnya tidak menyebar kemana-mana” Aku masih diam. Sampai akhirnya aku menandatangani surat pernyataan pengunduran diri. Demi menyelamatkan sekolah, demi menyelamatkan akreditasi A, demi menyelamatkan Andhi .
Ibu Kepala Sekolah tersenyum lega, setelah melihat aku menandatangani surat-surat itu. Dia mengucapkan terimakasih atas kerjasama yang telah aku berikan, lalu mengantarkanku ke pintu gerbang sekolah. Dia kembali menjabat tanganku, namun kali ini disertai pelukan basa-basinya untukku. Aku pasrah. Sampai aku mencium bau parfum dari badannya, bau yang sangat tak asing bagiku. Aku teringat. Ya, ya, aku tahu. Sangat tahu. Bau kayu-kayuan. Seketika, aku lepas pelukannya. Aku melihat Andhi Mahatma di belakang punggungnya, sambil tertawa licik. Aku melihat pancaran mata yang sama pada mata kepala sekolahku. ”Ibu dan Andhi , kalian?” Gila. Ini semua gila. Logika hilang karena cinta. Logika gila karena cinta. Gila logika. Logika gila. Aku berontak, aku berteriak. Aku mencekik leher Kepala Sekolahku, aku ingin membunuh wanita itu. Aku lalu menatap Andhi , dan melepaskan cengkraman tanganku dari leher wanita laknat itu. Wanita itu berteriak, memanggil security. Aku masih berteriak. ”Pak, wanita ini tidak layak dipanggil sebagai Kepala Sekolah, aku juga tidak layak dipanggil sebagai guru, dia juga tidak layak dipanggil sebagai murid.” Aku kehilangan kendali otakku, kata-kataku meluncur begitu saja, aku melangkahkan kakiku menuju pada Andhi . Kulayangkan tamparan keras pada pipinya, lalu kujambak rambutnya. Aku melihat puluhan mata memandang padaku. Mata guru, mata murid, mata karyawan, mata tata usaha, mata-mata-mata. Mata mereka mengisyaratkan pemikiran bahwa aku sudah gila. Aku terus berteriak-teriak. Bahkan, aku sendiri tak tahu apa yang aku teriakkan. Sampai akhirnya, security mencengkeram erat lenganku, membuangku ke jalanan. Aku berteriak. Terus berteriak. Logika hilang karena cinta. Logika gila karena cinta. Gila logika. Logika gila.

Oh senjakala, kau telah menipuku dengan bias warnawarni emas pada langitmu. Oh senjakala, kau telah menikamku dengan sempurna, kau membunuhku dengan indah. Senjakalasenjakalasenjakala.
Warna merahmu telah membakarku habis. Warna kuningmu telah melunturkan harga diriku. Warna emasmu telah menyilaukan mataku.
Gusti, dimana Kau saat ini?
Keluarlah dari peraduanmu, bawa aku terbang kepangkuanmu.

Aku terus berteriak. Tak bisa berhenti. Aku ingin memberitahu semua orang yang ada di depanku, kalau logika sudah gila karena cinta. Ya logika gila. Cinta gila. Aku menari-nari, menarikan kegelisahan cinta, menarikan kegelisahan logika, menarikan kegelisahan gila. Aku menari sampai senja berganti malam, sampai malam berubah pagi, sampai matahari menusuknusuk kulitku, sampai senja tiba kembali. Aku meloncat-loncat, aku merasa tarian yang aku tarikan membuat badanku gatal-gatal. Aku lalu menggaruk kepalaku. Menggaruk leherku. Menggaruk tangan dan kakiku. Menggarugaruk sampai darah merembes keluar dari bahuku yang lebam terpanggang matahari. Gusti apalagi ini? Astaga. Aku terkejut, setengah tidak percaya. Tapi ini benar-benar terjadi. Darah yang keluar dari bahuku melahirkan sepasang sayap berwarna putih. Kuraba sayap ini, bulu-bulunya halus, seperti kapas. Aku punya sayap sekarang. Gila. Ya, cinta mampu membuatku gila, sampai aku punya sayap. Aku sendiri tak dapat mempercayainya. Aku lalu mencoba merentangkan sayap putih yang baru saja aku miliki. Dengan ragu-ragu, aku lalu mencoba untuk terbang. Aku bisa terbang. Aku melihat gedung-gedung semakin kecil dari penglihatanku. Aku terus terbang. Melesat ke awan, sampai ke dunia yang benar-benar asing bagiku. Aku sudah bisa menimang anakku disini -- anak Andhi Mahatma, dengan damai. Dengan tenang, kutidurkan anakku. Kuajak dia bermain dengan bidadari-bidadari bersayap putih sepertiku. Ternyata, di atas sini, cinta lebih dihargai. Cinta lebih dihormati. Cinta tak berpura-pura. Cinta tak munafik. Cinta sempurna. Cinta tidak gila. Cinta punya logika.

Gusti membopongku. Gusti mengajak aku ke nirwanaNya. Gusti mengijinkan aku bercinta denganNya. Aku bahagia. Tak ada lagi derai airmata yang menetes dari kedua pipiku. Lukaku dibasuhNya. Dan aku membalas cintaiNya dengan menetekiNya, juga neteki anak yang baru saja aku keluarkan dari rahimku. Aku bersenang-senang, dengan bidadari-bidadari nirwana. Tak ada senjakala yang menipuku. Tak ada bias warnawarni yang mengelabuiku lagi. Aku merdeka dalam rasa. Aku makan apel sampai kenyang. Aku minum susu sampai puas. Aku bermain ayunan sampai bintang menjemput malam. Terkadang, aku mengintip ke bumi, melihat bagaimana karma menimpa senjakalasenjakala, sambil tersenyum dan mengucap manteramantera pujian bagi dewadewi nirwana.

18 komentar:

bernad mengatakan...

hmm,ga lebay sieh..kereen.hehe. x)

ooohh.. ini versi aslinya..
tapi np waktu itu ga dibacain semuanya ajah sekalian?

btw,ini dari kisah nyata diubah-ubah dikit yah?? xp
...
...
...

ilaffmylife ♥ mengatakan...

hahahha.. manteb dah buu..
huff.. gw aja pengen bikin cerpen kgk kelar".. haha..
novel nii.. yookk berjuang!! haha...

bikin cerpen gila lgii donk buu..
tambah tokoh --isti..
ahaii...
wangii kubur2an.. haha...

erica mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
yosephinemd mengatakan...

yaelah bagus itu bu cerpennya! bacain di kelas gw dunk hwhw

Anonim mengatakan...

keren bgd buu . knapa wktu itu ga bacain lengkapnya ?? hehe .
ini cerpen yg dibuat hasil ga bisa tidur ??? memang lain yee klo guru bahasa indonesia ga bs tdur , maennya bkin cerpenn . haha .
keren bgd buu , salutsalut (:

.clariissa. mengatakan...

satu kata yang menggambar cerpen ini.. KEREN!!
knp gag di bacain smua?? padahal keren lho. hhe..
tp, yg waktu itu di bacain juga udh keren. hha.. :)


.clariissa.

Anonim mengatakan...

kapan nih mau dibacain di tempatku??? hhu.
nice story :)

jance mengatakan...

kreeen buu.biisa bgth sii. bujuuth. em em. waaah. inii sii beneraan nii kyk naa. cuma thii bkiin versii ekstrim na ajaa. wkkk.
jathii penasaraan criita asliinyaaaa versii buu thes.

Eyank Progo mengatakan...

Wow.......ada foreshadowingnya (parfum kayu), ada komplikasinya, dan ada deepstructure-nya, sebuah tenaga "lama" yang muncul kembali. Cuman....... satu aliran sama....

Anonim mengatakan...

dashyaaat.. ahaha begini nih klo guru BI ga bsa tidur?? ^o^ gilakk.. aku bikin cerpen aja kelarnya seabad. padahal dalam keadaan BANGUN. ahaha *ini yg lebaii c comment ny, bukan cerpennya say...

Archangelauren mengatakan...

tergolong dewasa
dipenuhi dengan kata kata ssstra yang cukup berat
tapi keren lha bu
:D

Anonim mengatakan...

Huwaa..
Ibuu, cerpenny gax lebai, koQ..
Malah kren abizz..

Hiy, gw mpe mrinding bacanya..
Napa waktu ntu gax dBcain yg versi lengkap?? Kn jd lbh dramatis.. Hehe..

Bu, cerpenny gw copy y.. Mw gw print bwt bacaan.. Hehe.. Ga papa y??

Btw, koQ gax dKirim, ke majalah kek, koran kek.. Kn critany kren.. Ato mw gw yg ngirimin?? Haha..

*PoeTri*

cindy maura mengatakan...

heyyy..

bu des!
ni cindy..
hehe, blm baca cerpen ini,
besok yah komen soal cerpennya,

tapi srg mau komen ttg blog ibu!
cihuy ni, ada guru sanur berkutat dg blogger..
haha, asik abes.. jd bisa intip ape aje yg terjadi d balik layar seorang natalia dessy...
hahaha..

btw, sy seh suka denger cerpen ibu, biar kata baru sepotong wkt d kls.. mm.., berani!

sy jg lg pk wifi'y downtown neh!
qta sama dooong...
haha...

ibu, u suka ujan kan??
tar, sy bikin paragraf d dlm cerpen yg ntu,yg (semoga) ibu banget!
haha.. oceh? blh ga?

dah deh..
cao..!
mau buka fs dulu!
haha..

Anonim mengatakan...

aduu ibuu. knapa ga dibacain lengkapnya waktu ituu? hehe x)
ga lebay kog buu. cuma berat bahasanya. hahah.

-jacklyn

Anonim mengatakan...

oiya neh saya kasi komen x)

ahayy. cerpennya ASOY abis. bagus banget. berasa baca cerpen yang di koran2 itu lhoo..
sayang banget di kelas 11 bahasa sini justru kagak dibacain x(
padahal kan kata anak2 kelas laen jauh lebih bagus pas dibacain..~

btw emang ada cerpen yg lebay ya? xD


.xi bah 08.

cindy maura mengatakan...

des..
hehe.., gini aja manggilnya biar lebih asik..

di dlm sini ada banyak banget kata2 sastra mahadaya yg wah skaligus inspiratif!
oceh banggget dah!
mmm... gmn yah bilangnya..., bikin penasaran u/ tau apa yg slnjutnya ada di pikiran Ningrum.

yg paling asoy itu pas baca bagian curahan hati Ningrum kpd Gusti,
brasa beuneur emosi seorang "tukang baca-tulis puisi", persis lo!
hahahahaha!

smbil baca, yg terbayang adalah:
how expressive Ningrum is...
both you n Ningrum give me d same feeling n same touch,
so i just can't get this feeling out of my head,
haha, it seems like..., it's real u who r acting in this mini-story
right ya?

oia, ada kritik,
saya adl penganut ejaan tepat dan cermat.
aduh, salah ketiknya dibenerin ya...
hehehe *blagunya gue..*

desrainy inhardini mengatakan...

ibu ibu cerpennya keren d.. suka bgd.. masukin cerpen lagi dong bu yang byk hhe :)

life mengatakan...

anjirrr!!
np g telad nyadar yaq, kalo cerpen yg dibacain thu bedaa.

huah.
kerennn abiez..
bahasa nyah. . . . . .

btw,kynya ada unsur faktanyah..
hihi^^

versi kisah nyatanya dunn